Pendahuluan
Kelangkaan bahan bakar minyak, yang salah satunya disebabkan oleh
kenaikan harga minyak dunia yang signifikan, telah mendorong pemerintah
untuk mengajak masyarakat mengatasi masalah energi secara bersama-sama (
Kompas,
2008). Makin tingginya harga bahan bakar, terutama gas dan bahan bakar
minyak untuk kebutuhan rumah tangga makin meresahkan masyarakat. Selain
mahal, bahan bakar tersebut juga makin langka di pasaran. Usaha untuk
mengatasi hal-hal yang demikian ini mendorong pemikiran akan perlunya
pencarian sumber-sumber energi alternatif agar kebutuhan bahan bakar
dapat dipenuhi tanpa merusak lingkungan.
Indonesia sebagai negara agraris yang beriklim tropis memiliki sumber
daya pertanian dan peternakan yang cukup besar. Sumber daya tersebut,
selain digunakan untuk kebutuhan pangan juga dapat berpotensi sebagai
sumber energi dengan cara pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas.
Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu
alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi naiknya harga pupuk dan
kelangkaan bahan bakar minyak. Apalagi pemanfaatan kotoran ternak
sebagai sumber bahan bakar dalam bentuk biogas. Teknologi dan produk
tersebut merupakan hal baru bagi masyaraka,t petani dan peternak kita.
Pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber energi, tidak mengurangi
jumlah pupuk organik yang bersumber dari kotoran ternak. Hal ini karena
pada pembuatan biogas kotoran ternak yang sudah diproses dikembalikan ke
kondisi semula yang diambil hanya gas metana (CH
4) yang
digunakan sebagai bahan bakar. Kotoran ternak yang sudah diproses pada
pembuatan biogas dipindahkan ke tempat lebih kering, dan bila sudah
kering dapat disimpan dalam karung untuk penggunaan selanjutnya.
Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah Desa Jatisarono sedang
melakukan studi kelayakan dengan menunjuk seorang peternak yang
mempunyai ternak sapi sejumlah sekitar 20 ekor sapi agar memanfaatkan
limbah kotoran sapinya untuk dapat menghasilkan biogas sebagai sumber
energi alternatif. Untuk itu, perlu diketahui jumlah energi yang
dihasilkan dari biogas yang dihasilkan dari kotoran sapi tersebut.
Dengan diketahuinya jumlah energi yang dihasilkan, maka akan diketahui
berapa jumlah keluarga yang dapat memanfaatkan biogas yang dihasilkan
dari kotoran sapi.
Selain itu, dari aspek sosio-kultural penerapan teknologi baru kepada
masyarakat merupakan suatu tantangan tersendiri akibat rendahnya latar
belakang pendidikan, pengetahuan dan wawasan yang mereka miliki. Begitu
juga dengan penerapan teknologi biogas. Tidak pernah terbayangkan bahwa
kotoran sapi dapat menghasilkan api. Selain itu juga perasaan jijik
terhadap makanan yang dimasak menggunakan makanan yang dimasak
menggunakan biogas. Untuk itu, program pengabdian ini dilakukan untuk
mengetahui besar konversi energi yang dihasilkan dari biogas hasil
kotoran sapi tersebut dan bagaimana mensosialisasikan produk biogas
tersebut kepada masyarakat sehingga dapat dijadikan sebagai rintisan
wirausaha baru. Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah
- Memberi masukan kepada masyarakat tentang pemanfaatan residu
biogas dari kotoran ternak bagi kepentingan masyarakat petani dan
peternak
- Memberikan informasi kepada masyarakat tentang aspek
sosio-kultural penerapan teknologi biogas dalam rangka perintisan
wirausaha baru
- Mengkaji prospek penerapan teknologi biogas di desa Jatisarono,
kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo terkait dengan aspek community development untuk jangka yang lebih panjang
Sedangkan manfaat yang diharapkan dari kegiatan ini antara lain :
- Hasil dari kegiatan yang akan dilakukan diharapkan dapat
menjadi rintisan kegiatan sistem pengelolaan limbah ternak yang
berdaya guna.
- Biogas yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai sumber belajar (real teaching) bagi dunia pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan berbasis riset.
- Program yang dijalankan dapat dijadikan sebagai media
penghubung antar keluarga dalam pengelolaan dan penyaluran biogas
yang dihasilkan sehingga dapat terbentuk atmosfir sosio kultural
yang harmonis dan berkesinambungan.
- Memotivasi masyarakat desa untuk merintis wirausaha baru di bidang pembuatan biogas
- Membuka peluang kerja bagi masyarakat petani dan peternak sapi sehingga memperkecil arus urbanisasi.
- Meningkatkan pendapatan masyarakat petani dan peternak sapi di
daerah tersebut sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Kotoran Ternak
Pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber pupuk organik sangat
mendukung usaha pertanian tanaman sayuran. Dari sekian banyak kotoran
ternak yang terdapat di daerah sentra produksi ternak banyak yang belum
dimanfaatkan secara optimal, sebagian di antaranya terbuang begitu saja,
sehingga sering merusak lingkungan yang akibatnya akan menghasilkan bau
yang tidak sedap.
Tabel. 1 Kandungan unsur hara pada pupuk kandang yang berasal dari
beberapa ternak
Jenis ternak
|
Unsur hara (kg/ton)
|
|
N
|
P
|
K
|
Sapi perah |
22,0
|
2,6
|
13,7
|
Sapi potong |
26,2
|
4,5
|
13,0
|
Domba |
50,6
|
6,7
|
39,7
|
Unggas |
65,8
|
13,7
|
12,8
|
Sumber:
http://www.disnak.jabarprov.go.id/data/arsip/
Satu ekor sapi dewasa dapat menghasilkan 23,59 kg kotoran tiap
harinya. Pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak dapat
menghasilkan beberapa unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman, seperti
terlihat pada Tabel 1. Disamping menghasilkan unsur hara makro, pupuk
kandang juga menghasilkan sejumlah unsur hara mikro, seperti Fe, Zn, Bo,
Mn, Cu, dan Mo. Jadi dapat dikatakan bahwa, pupuk kandang ini dapat
dianggap sebagai pupuk alternatif untuk mempertahankan produksi tanaman.
Biogas sebagai Sumber Energi Alternatif
Biogas adalah gas mudah terbakar (
flammable) yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri
anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). (
http://www.majarikanayakan.com/).
Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan
biogas, namun demikian hanya bahan organik (padat, cair) homogen
seperti kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak yang cocok untuk
sistem biogas sederhana. Di samping itu juga sangat mungkin menyatukan
saluran pembuangan di kamar mandi atau WC ke dalam system biogas. Di
daerah yang banyak industri pemrosesan makanan antara lain tahu, tempe,
ikan pindang atau brem bisa menyatukan saluran limbahnya ke dalam sistem
biogas, sehingga limbah industri tersebut tidak mencemari lingkungan di
sekitarnya. Hal ini memungkinkan karena limbah industri tersebut di
atas berasal dari bahan organik yang homogen. Jenis bahan organik yang
diproses sangat mempengaruhi produktivitas sistem biogas di samping
parameter-parameter lain seperti temperatur digester, pH, tekanan, dan
kelembaban udara.
Salah satu cara menentukan bahan organik yang sesuai untuk menjadi
bahan masukan sistem biogas adalah dengan mengetahui perbandingan karbon
(C) dan nitrogen (N) atau disebut rasio C/N. Beberapa percobaan yang
telah dilakukan oleh ISAT menunjukkan bahwa aktivitas metabolisme dari
bakteri methanogenik akan optimal pada nilai rasio C/N sekitar 8-20 (
http://www.petra.ac.id/science/applied _technology/biogas98/biogas.htm).
Bahan organik dimasukkan ke dalam ruangan tertutup kedap udara (disebut
Digester) sehingga bakteri
anaerob
akan membusukkan bahan organik tersebut yang kemudian
menghasilkan gas (disebut biogas). Biogas yang telah terkumpul di
dalam
digester selanjutnya dialirkan melalui pipa penyalur
gas menuju tabung penyimpan gas atau langsung ke lokasi penggunaannya.
Biogas dapat dipergunakan dengan cara yang sama seperti
gas-gas mudah terbakar lainnya. Pembakaran biogas dilakukan melalui
proses pencampuran dengan sebagian oksigen (O
2). Nilai kalori
dari 1 meter kubik biogas sekitar 6.000 watt jam yang setara dengan
setengah liter minyak diesel. Oleh karena itu biogas sangat cocok
digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan
pengganti minyak tanah, LPG, butana, batubara, maupun bahan-bahan lain
yang berasal dari fosil.
Namun demikian, untuk mendapatkan hasil pembakaran yang optimal,
perlu dilakukan pra kondisi sebelum biogas dibakar yaitu melalui
proses pemurnian/penyaringan karena biogas mengandung beberapa gas
lain yang tidak menguntungkan. Sebagai salah satu contoh, kandungan
gas hidrogen sulfida yang tinggi yang terdapat dalam biogas jika
dicampur dengan oksigen dengan perbandingan 1:20, maka akan
menghasilkan gas yang sangat mudah meledak. Tetapi sejauh ini belum
pernah dilaporkan terjadinya ledakan pada sistem biogas sederhana. Di
samping itu, dari proses produksi biogas akan dihasilkan sisa kotoran
ternak yang dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk organik pada
tanaman/budidaya pertanian.
Limbah biogas, yaitu kotoran ternak yang telah hilang gasnya
(slurry)
merupakan pupuk organik yang sangat kaya akan unsur-unsur yang
dibutuhkan oleh tanaman. Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti protein,
selulose, lignin dan lain-lain tidak dapat digantikan oleh pupuk kimia.
Pupuk organik dari biogas telah dicobakan pada tanaman jagung, bawang
merah dan padi.
Komposisi gas yang terdapat di dalam Biogas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Komposisi gas yang terdapat dalam biogas
Jenis Gas
|
Volume (%)
|
Metana (CH4) |
40 – 70 |
Karbondioksida (CO2) |
30 – 60 |
Hidrogen (H2) |
0 – 1 |
Hidrogen Sulfida (H2S) |
0 – 3 |
Sumber: . (
http://www.energi.lipi.go.id)
Pelestarian Alam dengan Biogas.
Biogas memberikan solusi terhadap masalah penyediaan energi dengan
murah dan tidak mencemari lingkungan. Berdasarkan hasil temuan mahasiswa
KKN (1995) dan Penelitian Kecamatan Rawan di Magetan (1995) di desa
Plangkrongan, rata-rata di setiap rumah terdapat 1-3 ekor sapi karena
memelihara sapi merupakan pekerjaan kedua setelah bertani. Setiap
harinya rata-rata seekor sapi menghasilkan kotoran sebanyak 30 kg. Jika
terdapat 2.000 ekor lembu, maka setiap hari akan terkumpul 60 ton
kotoran (
http://www.kompascetak.com/kompas-cetak/0712/15/jogja/1045892.htm)
Kotoran yang menggunung akan terbawa oleh air masuk ke dalam tanah
atau sungai yang kemudian mencemari air tanah dan air sungai. Kotoran
lembu mengandung racun dan bakteri
colly yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungannya.
Pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan karbon dioksida (CO
2) yang ikut memberikan kontribusi bagi efek rumah kaca
(green house effect) yang bermuara pada pemanasan global
(global warming).
Biogas memberikan perlawanan terhadap efek rumah kaca melalui 3
cara. Pertama, Biogas memberikan substitusi atau pengganti dari bahan
bakar fosil untuk penerangan, kelistrikan, memasak dan pemanasan. Kedua,
metana (CH
4) yang dihasilkan secara alami oleh kotoran yang
menumpuk merupakan gas penyumbang terbesar pada efek rumah kaca, bahkan
lebih besar dibandingkan CO
2. Pembakaran metana pada Biogas mengubahnya menjadi CO
2 sehingga mengurangi jumlah metana di udara. Ketiga, dengan lestarinya hutan, maka akan CO
2 yang ada di udara akan diserap oleh hutan yang menghasilkan Oksigen yang melawan efek rumah kaca. (
http://www.majarikanayakan.com/)
Rekayasa dan Pengujian Reaktor Biogas Skala Kelompok Tani Ternak.
Spesifikasi Teknis
Teknologi biogas telah berkembang sejak lama namun aplikasi
penggunaannya sebagai sumber energi alternatif belum berkembang secara
luas. Beberapa kendala antara lain karena kurangnya “
technical expertise”, tidak berfungsinya reaktor biogas akibat kebocoran atau kesalahan konstruksi, desain reaktor yang tidak “
user friendly”, penanganan masih manual, dan biaya konstruksi yang cukup mahal (
http://www.energi.lipi.go.id). Untuk reaktor biogas skala kelompok tani ternak reaktor di desain dengan kapasitas 18 m
3 untuk menampung kotoran sapi sebanyak 10-12 ekor. Berdasarkan perhitungan desain, reaktor mampu menghasilkan biogas sebanyak 6m
3/hari. Produksi gas metana dipengaruhi oleh C/N rasio input (kotoran ternak),
residence time, pH, suhu dan toksisitas. Suhu digester berkisar 25-27
oC dan pH 7-7,8 menghasilkan biogas dengan kandungan metana (CH
4) sekitar 77%.
Untuk membuat reaktor biogas skala rumah tangga diperlukan beberapa hal berikut:
- Volume reaktor (plastik) : 4000 liter
- Volume penampung gas (plastik) : 2500 liter
- Kompor biogas : 1 buah
- Drum pengaduk bahan : 1 buah
- Pengaman gas : 1 buah
- Selang saluran gas : ± 10 m
- Kebutuhan bahan baku : kotoran ternak dari 2-3 ekor sapi/kerbau
- Biogas yang dihasilkan : 4 m3 perhari (setara dengan 2,5 liter minyak tanah).
Adapun cara pengoperasian reaktor biogas skala rumah tangga:
- Buat campuran kotoran ternak dan air dengan perbandingan 1:1 (bahan biogas).
- Masukkan bahan biogas ke dalam reaktor melalui tempat pengisian
sebanyak 2000 liter, selanjutnya akan berlangsung proses produksi biogas
ke dalam reaktor.
- Setelah kurang lebih 10 hari reaktor gas dan penampung biogas akan
terlihat mengembung dan mengeras karena adanya biogas yang dihasilkan.
Biogas sudah dapat digunakan sebagai bahan bakar, kompor biogas dapat
dioperasikan.
- Sekali-sekali reactor biogas digoyangkan supaya terjadi penguraian
yang sempurna dan gas yang terbentuk di bagian bawah naik ke atas,
lakukan juga pada setiap pengisian bahan bakar.
- Pengisian bahan biogas selanjutnya dapat dilakukan setiap hari,
yaitu sebanyak ± 40 liter setiap pagi dan sore. Sisa pengolahan bahan
biogas berupa sludge (lumpur) secara otomatis akan keluar dari reaktor
setiap kali dilakukan pengisian bahan biogas. Sisa hasil pengolahan
bahan biogas tersebut dapat digunakan langsung sebagai pupuk organik,
baik dalam keadaan basah maupun kering.
Cara Pengoperasian Kompor Biogas
- Buka sedikit kran gas yang ada pada kompor.
- Nyalakan korek api dan sulut tepat di atas tungku kompor.
- Apabila menginginkan api yang lebih besar, kran gas dapat dibuka
lebih besar lagi, demikian pula sebaliknya. Api dapat disetel sesuai
dngan kebutuhan dan keinginan kita.
Pemeliharaan dan Perawatan Reaktor Biogas
- Hindarkan reaktor dari gangguan anak, tangan jahil ataupun dari
ternak yang dapat merusak reaktor dengan cara memagar dan memberi atap
supaya air tidak dapat masuk ke dalam galian reaktor.
- Isilah selalu pengaman gas dengan air sampai penuh. Jangan
biarkan sampai kosong karena gas yang dihasilkan akan terbuang
melalui pengaman gas.
Metode Pelaksanaan PPM
Sasaran penyuluhan dan pemberian pelatihan keterampilan ini adalah
para peternak sapi di desa Jatisarono, Kecamatan Nanggulan Kabupaten
Kulon Progo. Hal ini dikarenakan hampir seluruh penduduk di desa
Jatisarono bermatapencaharian sebagai peternak selain matapencaharian
mereka yang utama sebagai petani. Pemilihan sasaran kegiatan ini diambil
dengan pertimbangan mereka dapat memberikan informasi tentang penerapan
teknologi biogas yang mereka miliki kepada keluarga, tetangga maupun
peternak sapi lain di sekitar desa Jatisarono.
Kegiatan penerapan IPTEK ini akan bekerja sama dengan masyarakat desa
Jatisarono, Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo sehingga mereka
dapat menentukan waktu yang tepat untuk peaksanaan kegiatan ini. Selain
itu, pada pelaksanaannya akan dikoordinasikan dengan dinas peternakan
setempat bekerjasama dengan peternak sapi terkait dalam pembuatan sumur
biogas.
Metode Kegiatan PPM
Metode kegiatan ini meliputi ceramah, diskusi-informasi,workshop, dan
disseminasi terbatas. Secara lebih rinci metode yang digunakan dapat
diuraikan sebagai berikut:
- Menjelaskan kepada peserta pelatihan mengenai berbagai macam cara mengelola limbah ternak sapi dan pembuatan biogas
- Diskusi-informasi membahas cara mengatasi kesulitan dalam
memulai pembuatan biogas serta menjelaskan cara mengatasinya
sehingga dapat dihasilkan biogas yang ramah lingkungan.
- Para peserta diberi kesempatan untuk mencoba merancang, dan membuat alat yang digunakan dalam pembuatan biogas.
- Hasil uji coba selanjutnya dipresentasikan untuk bahan diskusi
dan selanjutnya siap didisseminasikan di lingkungan rumah tangga
lainnya.
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini diharapkan para petani dan
peternak di desa Jatisarono, kecamatan Nanggulan kabupaten Kulon Progo
dapat membentuk kelompok usaha pembuatan biogas. Hal ini dimaksudkan
untuk perintisan wirausaha dan mereduksi masalah sosio-kultural yang
ditimbulkan oleh limbah ternak sapi.
Langkah-langkah Kegiatan PPM
Seperti telah diuraikan pada bagian pendahuluan bahwa terdapat limbah
kotoran ternak (sapi) yang cukup melimpah di desa Jatisarono, kecamatan
Nanggulan kabupaten Kulon Progo. Melimpahnya jumlah limbah tersebut
belum diiringi dengan sistem pengelolaan dan pemanfaatan yang baik.
Pemerintah dalam hal ini dinas peternakan dan Pemda Kulon Progo telah
memberikan tawaran bantuan jika peternak dan petani bersedia
mengelolanya. Sebagai usaha penyediaan bahan bakar alternatif dan dalam
rangka mengatasi dampak sosio-kultural dari limbah ternak (sapi) maka
pembuatan biogas dengan bahan utama kotoran sapi adalah salah satu
bentuk solusi yang sesuai dengan misi Pemda Kulon Progo.
Adapun secara sistematis kerangka pemecahan masalah yang akan dilakukan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Diagram langkah kegiatan PPM
Hasil Pelaksanaan Kegiatan PPM dan Pembahasan
Sesuai dengan jadwal, metode dan rencana pelaksanaan program yang
sudah ditentukan maka urutan kegiatan dan hasil yang diperoleh dalam
kegiatan ini adalah:
- Penyampaian materi mengenai Biogas ditinjau dari sisi kimiawi, fisika dan ilmu sosial.
Beberapa pengetahuan yang disampaikan adalah:
- Biogas dan apa yang terkandung di dalamnya sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif.
- Mekanisme reaksi yang terjadi di dalam pembuatan Biogas
dalam rangka mengetahui bagaimana caranya agar Biogas dapat terbentuk.
- Kotoran ternak dan unsur apa saja yang terkandung di
dalamnya sebagai syarat pembuatan Biogas agar diketahui jenis kotoran
ternak apa saja yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan.
- Konversi banyaknya energi yang dihasilkan Biogas setiap liternya.
- Mekanisme pembuatan, penggunaan dan perawatan instalasi Biogas.
- Penanganan limbah hasil pengolahan Biogas ditinjau dari apek sosiokulturalnya
b. Pengamatan di lapangan oleh peserta
Para peserta yang telah mendapatkan materi pengetahuan tentang Biogas
dan aspek sosiokulturalnya selanjutnya mencoba melihat bagaimana
mekanisme pembuatan instalasi Biogas di lapangan sesungguhnya. Kegiatan
ini bertujuan untuk menjelaskan kepada peserta tentang materi yang sudah
diterima dan membandingkannya dengan kondisi lapangan yang
sesungguhnya. Kegiatan ini dilanjutkan dengan pengamatan,
pengidentifikasian dan penyusunan data-data pendukung yang diperlukan
peserta. Data-data ini yang akan dijadikan bahan peserta dalam kegiatan
diskusi dengan Tim pengabdi guna memantapkan penguasaan materi yang
telah diberikan.kondisi lapangan.
- Presentasi dan diskusi antar peserta mengenai pemanfaatan Biogas
sebagai sumber bahan bakar alternatif dan aspek sosio kulturalnya.
Adapun sebagai akhir dari kegiatan yang dilakukan oleh peserta adalah
presentasi dan diskusi mengenai materi pemanfaatan Biogas sebagai
sumber bahan bakar alternatif dan aspek sosio kulturalnya. Setiap
komponen materi yang telah diberikan didiskusikan dan dipresentasikan di
depan Tim. Pada saat wakil kelompok peternak menyampaikan hasil
pengamatannya maka peserta lain diberikan kesempatan untuk menanggapi
hasil pengamatan yang telah dilakukan.
Pengabdian masyarakat mengenai pemanfaatan Biogas sebagai sumber
bahan bakar alternatif bagi masyarakat petani dan peternak sapi di desa
Jatisarono kabupaten Kulonprogo dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus
2008. Banyaknya peserta yang mengikuti kegiatan berjumlah 35 orang dari
40 orang yang diundang oleh tim pengabdi. Para peserta merupakan
penduduk desa Jatisarono yang berprofesi sebagai petani dan atau
peternak sapi.
Materi yang disampaikan terdiri dari 1) Kotoran ternak sapi untuk BBM
alternatif yang ramah lingkungan, 2) Konversi energi kotoran ternak
sapi, dan 3) Aspek sosiokultural dari Biogas. Tim pengabdi yang
memberikan materi pelatihan terdiri dari 3 orang, yaitu: Ibu Sugi
Rahayu, M.Pd. M.Si., Ibu Dyah Purwaningsih, M.Si., dan Bapak Pujianto,
S.Pd. Adapun pemberian materi berbentuk ceramah dan dilanjutkan dengan
pengamatan lapangan oleh peserta serta diakhiri dengan presentasi dan
diskusi oleh para peserta pelatihan.
Pada waktu diskusi berlangsung terlihat bahwa penguasaan peserta
mengenai pengelolaan kotoran ternak sebagai sumber energi alternatif
masih relatif rendah. Melalui diskusi ini, tim pengabdi menyisipkan
materi-materi yang harus dikuasai peserta sebagai bekal dalam
mempersiapkan pembuatan instalasi Biogas. Tim pengabdi selain memberikan
materi tentang bagaimana cara memanfaatkan kotoran ternak sebagai
sumber energi Biogas, Tim juga menjelaskan kemungkinan-kemungkinan lain
yang bisa dikembangkan melalui pemanfaatan Biogas tersebut serta
bagaimana cara mengelolanya sehingga meningkatkan pendapatan rumah
tangga.
Para peserta semakin menyadari bahwa pemanfaatan kotoran ternak
sebagai sumber bahan bakar merupakan alternatif yang dapat dilakukan
jika terdapat kesulitan penyediaan bahan bakar. Biogas yang dihasilkan
dapat dikembangkan secara lebih luas untuk menyediakan bahan bakar dalam
lingkup beberapa KK (Kepala Keluarga).
Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan terhadap proses kegiatan pengabdian masyarakat
berupa pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber bahan bakar alternatif
dan aspek sosiokulturalnya di lapangan diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Masyarakat petani dan atau peternak sapi di desa Jatisarono
menjadi paham dan mengetahui pemanfaatan residu biogas dari kotoran
ternak.
2. Aspek sosio-kultural penerapan teknologi biogas dalam rangka
perintisan wirausaha baru telah dipahami masyarakat petani dan atau
peternak sapi di desa Jatisarono.
3. Masyarakat mengetahui prospek apa saja yang dapat dikembangkan
berkaitan dengan penerapan teknologi biogas di desa Jatisarono dalam
rangka
community development untuk jangka yang lebih panjang.
Saran
Untuk tindak lanjut dari kegiatan ini hendaknya dikembangkan lagi
mengenai model pemasaran Biogas untuk keperluan rumah tangga dalam
lingkup yang lebih luas. Hal ini dimaksudkan agar para petani dan atau
peternak di sekitar desa Jatisarono menjadi terinspirasi untuk
mengembangkan instalasi Biogas di lingkungan mereka.
Daftar Pustaka
http://www.disnak.jabarprov.go.id/data/arsip
http://www.majarikanayakan.com
http://www.petra.ac.id/science/applied _technology/biogas98/biogas.htm
http://www.energi.lipi.go.id
http://www.kompascetak.com/kompas-cetak/0712/15/jogja/1045892.htm